Senin, 08 Juni 2009

Elektroda pada potensiometri

1. Elektroda pembanding
Elektroda pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah elektroda elektroda perak. Elektroda tersebut mengandung larutan KCl yang dijenuhkan dengan AgCl dan reaksi setengah selnya adalah:
AgCl + e- Ag+ + Cl- (2.2)
Biasanya elektroda ini berisi suatu larutan jenuh atau KCl 3,5 M yang harga potensialnya 0,199 V dan 0,205 V pada 250C. Elektroda ini dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi, sedangkan elektroda kalomel tidak (Hendayana, 1994).

2. Sensor/Elektroda Selektif Ion
Sensor merupakan elektroda yang digunakan untuk analisis secara kuantitatif yang menunjukkan selektifitas terhadap aktivitas ion yang diukur dan ditandai dengan perubahan potensial secara reversibel (Evans, 1987). Sensor mendapat perhatian luas dari para peneliti karena alat ini mudah perakitannya dan pemakaiannya sederhana (Bailey, 1976).
Sensor terdiri atas membran yang responsif secara selektif terhadap suatu spesies tertentu dan mengadakan kontak pada bagian luarnya dengan larutan yang akan ditentukan, sedangkan bagian dalam berisi larutan yang mempunyai aktivitas tertentu yang mengadakan kontak dengan elektroda pembanding (Rivai, 1995). Membran tersebut harus bersifat inert terhadap larutan uji, selektif terhadap ion-ion tertentu, memiliki kepekaan yang baik, memenuhi nilai sensitivitas teoritis dan dapat dicetak sesuai dengan ukuran yang diinginkan (Pungor and Klara, 1970).
Setiap membran akan memberikan mekanisme yang berbeda dalam membangkitkan potensial sesuai dengan jenis dan sifat membran. Secara umum, membran sensor dapat dikelompokkan menjadi membran berpori, membran permselektif dan membran spesifik ion (Laksminarayanaiah, 1976).
Membran berpori adalah membran yang memisahkan dua larutan elektrolit dari kedua fasa sehingga memungkinkan terjadinya difusi ion. Pemindahan ion tersebut didasarkan pada perbedaan konsentrasi partikel yang berpindah dari larutan yang lebih pekat ke larutan yang lebih encer. Agar dapat melewati membran maka ukuran ion harus lebih kecil atau sama dengan pori-pori membran sedangkan ion dengan ukuran yang lebih besar tidak dapat melewati membran. Potensial yang terjadi pada membran berpori disebabkan perbedaan difusi dari ion pada lapisan permukaan membran (Pungor and Klara, 1970).
Membran permselektif adalah membran yang memiliki matriks dengan gugus ionik tetap, sehingga sifat dari muatan juga tetap. Keadaan ini memungkinkan transport ion yang berlawanan dengan muatan membran pada rentang konsentrasi tertentu. Namun, membran ini tidak dapat membedakan ion yang ditranspor secara individu, karena membran jenis ini dapat mengadakan pertukaran dengan beberapa ion yang memiliki muatan yang berlawanan dengan membran. Sedangkan membran spesifik ion adalah membran yang memiliki sifat yang sama dengan membran permselektif namun yang ditransport adalah ion-ion tertentu, sehingga dapat mengadakan pertukaran secara spesifik sedangkan ion lain tidak.
Pembuatan sensor ClO4- pernah diteliti menggunakan zat aktif 1,4,7,10,13-penta(n-oktil)-1,4,7,10,13-pentaazasiklopentadekana menggunakan pemlastis NPOE, DBP, DOS dan DBS berdasarkan membran PVC. Sensor ClO4- dengan pemlastis DBS mempunyai nilai sensitivitas yang terbaik yaitu 57 mV/dekade, trayek pengukuran 10-4-10-1 M, waktu respon 5 detik dan waktu hidup 25 hari (Maria dkk., 2006).
Kobaloksim ([klorobis(dimetilglioksimeato)trifenilfosfin) kobalt (III) berdasarkan membran PVC dapat digunakan untuk sensor ClO4-. Sensor ClO4- ini mempunyai sensitivitas 56,8 mV/dekade, trayek pengukuran 10-6-10-1 M, range pH 4-10 dan waktu respon 15 detik. Sensor ClO4- ini dapat digunakan untuk menentukan ion perklorat di dalam air dan urin manusia (Zanjanchi dkk., 2005).
Sensor ClO¬4- disiapkan menggunakan zat aktif oktilamonium klorida, pemlastis NPOE dan DBP berdasarkan matrik PVC. Sensor tersebut mempunyai sensitivitas 57,3 mV/dekade dengan waktu respon 13-15 detik dan waktu hidup 10 bulan (Olmos dkk., 1999).

Potensiometri

Dalam metode potensiometri, informasi mengenai komposisi yang terdapat dalam sampel diperoleh melalui perbedaan potensial antara dua elektroda. Metode ini telah dikenal sejak abad 20 dan penggunaannya menjadi sangat luas sejak 25 tahun belakangan ini dan telah digunakan untuk sejumlah aplikasi analitik yang dikembangkan dengan menggunakan elektroda selelektif ion (ESI) yang sifat elektroniknya lebih sensitif dan stabil (Wang, 2002).
Metode potensiometri sering digunakan dalam analisis biasa, diantaranya di bidang pertanian seperti analisis nitrat dalam sampel tanah, di bidang industri seperti analisis klorida dalam pulp dan kertas, di bidang kontrol bahan makanan seperti analisis NO3-, F-, Br-, Ca2+ dalam minuman, susu, daging atau jus buah, dan di bidang biomedis (Sawyer, 1994). Pada potensiometri, pengukuran potensial sel dihitung berdasarkan beda potensial antara dua elektroda yaitu elektroda kerja (indikator) dan elektroda pembanding. Dengan demikian, potensial sel dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Strobel dan Heineman, 1989):
Esel = Ek – Ea = Eind - Eref ………………………………………………………..(2.1)
Keterangan:
Esel = Potensial sel dari elektrokimia
Eind = Potensial elektroda indikator/kerja
Eref = Potensial elektroda pembanding
Ek = Potensial elektroda katoda
Ea = Potensial elektroda anoda




Peralatan yang digunakan pada metode potensiometri ini cukup sederhana, yaitu elektroda pembanding, elektroda kerja dan alat pengukur potensial (mV/pH). Masing-masing elektroda merupakan reaksi setengah sel. Elektroda pembanding merupakan sel elektrokimia yang memiliki potensial konstan dan tidak bergantung pada konsentrasi analit atau ion lain dalam sampel (Skoog dkk., 2004). Elektroda kerja digunakan untuk merespon spesi ion tertentu dalam larutan dimana aktifitasnya diukur selama pengukuran (Sawyer and Helneman, 1994).
SENSOR PERKLORAT BERBASIS MEMBRAN PVC DENGAN ZAT AKTIF ALIQUAT 336 PERKLORAT

Oleh : Risna
Fakultas FMIPA Jurusan KIMIA
2008

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi sensor perklorat (ClO4-) berbasis membran polivinil klorida (PVC) dengan zat aktif metiloktilamonium perklorat (aliquat 336 perklorat) dengan menggunakan pemlastis nitrofenil oktil eter (NPOE) dan anion lipofilik kalium tetrakis(4-klorofenil)borat (KTPCIPB). Komposisi membran dengan aliquat 336 perklorat:NPOE:PVC:KTPCIPB=2,8:40,2:56:1 (%b/b) memiliki sensitivitas (faktor Nersnt) terbaik yaitu 59,1 mV/dekade dan trayek pengukuran 10-5-10-1 M, limit deteksi 1,76 mg/L, potensial konstan selama 19-60 detik, stabil pada pH 4-7 dan waktu hidup selama 32 hari. Koefisien selektifitas sensor ClO4 menggunakan metode larutan terpisah dan tercampur hasilnya tidak berbeda secara signifikan. Adapun urutan kekuatan ion pengganggu adalah CN->I->Br->NO3->SO42->F->CH3COO-.

Kata kunci: Elektroda selektif ion ClO4-, Perklorat, Potensiometri, NPOE, KTPCIPB.

Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Metode spektroskopi serapan atom (SSA) pertama kali diperkenalkan oleh Wals pada tahun 1953. Alat ini kemudian dikembangkan di Exhibition Melbourne of Physical Institute dan dipublikasi pada tahun 1954. Wals menyatakan bahwa unsur logam lebih mudah dan akurat ditentukan kadarnya dengan proses atomik dibandingkan dengan proses emisi. Metode ini dapat menentukan 67 unsur logam (Eko, 1982).
Spektroskopi serapan atom (SSA) dan Flame Emision Spectrophotometer (FES) adalah dua instrumen yang sangat potensial untuk menganalisa mineral. Meskipun kegunaannya sama, masing-masing instrumen bekerja dengan prinsip yang berbeda dan dengan kepekaan yang berbeda pula. Di dalam penetapan mineral suatu bahan pangan dengan instrumen ini, terlebih dahulu bahan pangan harus diabukan kemudian mineralnya diekstrak dengan asam. Larutan sampel yang mengandung mineral kemudian dapat dianalisa langsung dengan SSA maupun FES (Apriyantono, dkk, 1989).
Dalam analisis logam dengan menggunakan sistem flame, sampel diatomisasi pada alat atomizer melalui nyala api dengan bahan bakar asetilen murni. Biasanya logam yang dianalisis dengan flame AAS adalah Ca, Cd, Cu, dan Cr. Sedangkan untuk analisis Hg dilakukan tanpa nyala, tetapi larutan sampel harus direduksi lebih dahulu dengan SnCl . Uap hasil reduksi ditampung dalam tabung bercendela yang diletakkan di atas atomizer (Darmono, 1995).
Metode spektroskopi serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada unsurnya (Khopkar, 1990).
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisa kuantitatif unsur logam dalam jumlah renik (trace). Alat ini didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam keadaan gas dan sinar yang diserap adalah sinar tampak atau sinar ultraviolet. Spektrum serapan suatu unsur dalam keadaan atom, terdiri dari garis-garis sempit yang jelas batasnya, dan ditimbulkan oleh transisi antara tingkat energi elektron dari elektron yang ada di kulit terluar atom-atom tersebut. Untuk unsur logam, energi dari kebanyakan transisi-transisi tersebut sesuai dengan energi sinar ultraviolet dan sinar tampak. Cara ini memberikan total unsur logam dalam cuplikan dan tidak tergantung dari bentuk molekul logam tersebut dalam cuplikan. SSA sangat penting untuk analisis renik logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (kadar logam kurang dari 1 ppm) dapat ditetapkan. Pelaksanaan analisanya relatif sederhana dan analisa suatu logam tertentu dapat dilakukan dalam campuran dengan unsur-unsur logam lain tanpa diperlukan pemisahan (Ismono, 1981).



Gambar 2.3 Bagan dan sistem kerja alat atomic absorption spectrophotometer (AAS)
untuk menganalisis logam/mineral (kecuali P), 1) Lampu katoda; 2) Chopper; 3) Nyala; 4) Atomizer; 5) Lampu kondesor; 6) Celah/slit; 7) Lensa kolimating; 8) Kisi defraksi; 9) Sinar defraksi; 10) celah keluar sinar; 11) Foto tube; 12) Selang penghisap cairan; 13) Cairan sample/standar; 14) asetilen; 15) Udara; 16) Flow meter; 17) Amplifier; 18) Recorder digital; 19) Pembuang cairan.




Sumber cahaya pada spektoskopi serapan atom adalah lampu hallow katoda yang sesuai dengan unsur yang dianalisis. Pengamatan dapat berupa nebulizer atau burner. Dalam suatu larutan unsur yang dianalisis selalu berada dalam bentuk molekul, oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan atom dari senyawanya (Selinawati, 1992).

Destruksi Basah (Wet Ashing)

Penentuan kandungan mineral dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan metode pengabuan (destruksi) yaitu pengabuan kering (dry ashing), pengabuan basah dan homogenat asam. Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dan anorganik yang ada dalam bahan mineral yang akan dianalisis.
Metode pengabuan basah untuk penentuan unsur-unsur mineral di dalam bahan makanan merupakan metode yang paling baik. Prinsip pengabuan basah adalah penggunaan HNO3 pekat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah agar kehilangan mineral akibat penguapan dapat dihindari. Pada tahap selanjutnya proses berlangsung sangat cepat akibat pengaruh H2SO4 atau H2O2.
Pada umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis As, Cu, Pb, Sn dan Zn. Keuntungan pengabuan basah adalah: suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur. Cara pengabuan basah yang dapat dilakukan ada 3 cara, yaitu:
1. Pengabuan menggunakan HNO3 (p) dan H2SO4 (p).
2. Pengabuan menggunakan HNO3 (p), H2SO4 (p) dan HClO4 (p).
3. Pengabuan menggunakan HNO3 (p), H2SO4 (p) dan H2O2 (p).
Apabila hendak menganalisis satu macam mineral saja dianjurkan untuk menggunakan sampel lebih sedikit daripada menganalisis lebih dari satu macam mineral (Muchtadi, 1989).

Timbal (Pb)

Timbal (timah hitam) dalam bahasa ilmiah dikenal dengan kata plumbum (Pb). Logam ini termasuk ke dalam golongan IV–A, dengan nomor atom 82, berat atom (BA) 207,2, logam berwarna kelabu kebiruan dan lunak, titik leleh 327oC dan titik didih 1.620oC. Pada suhu 550-600oC Pb dapat menguap dan membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida (Palar, 1994).
Timbal adalah salah satu logam yang menyebar luas di lingkungan, dan penyebaran ini umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia. Dua sumber terbesar timbal di lingkungan adalah pada pigmen cat dan gasolin-timbal, walaupun pada saat penggunaan timbal produk-produk ini sudah dikurangi (Adlim, dkk, 2001).
Emisi Pb ke dalam atmosfir dapat berbentuk gas partikulat dan berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Pb merupakan hasil samping dari pembakaran senyawa tetra etil lead yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor dan berfungsi sebagai anti ketuk (anti-knock) pada mesin kendaraan. Beberapa industri menggunakan Pb dalam bentuk senyawa seperti PbO dan Pb3O4 pada industri baterai, Pb3O4 pada industri cat, PbO pada industri karet, PbSO4 pada industri cat, PbAsO4 pada insektisida dan Pb naftenat sebagai pengering pada industri kain katun, cat, tinta, cat rambut, insektisida, amunisi dan kosmetik (Palar, 1994).
Timbal digunakan di dalam bensin karena logam tersebut dapat menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 gram timbal per liter bensin dapat menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu, harga timbal relatif murah untuk meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya. Penggunaan timbal juga dapat menekan kebutuhan senyawa aromatik, sehingga proses produksi relatif lebih murah dibandingkan memproduksi bensin tanpa timbal. Bensin premium yang digunakan di Indonesia saat ini berangka oktan 88 dengan kandungan timbal maksimum 0,45 gram per liter. Sedangkan premix berangka oktan 94, yang merupakan campuran premium dengan 15 % Methyl Tertiery Butil Ether (MTBE), kandungan timbalnya sama dengan premium (Santi, 2001).
Tabel 2.1 Jenis Bensin yang dijual Pertamina
No. Jenis Bahan Bakar Minyak Nilai Oktan keterangan
1. Premium 88 +
2. Premix 94 +
3. Super TT 98 -
4. Bahan Bakar 2 Langkah (BB2L) 80 -
Keterangan: (+) : mengandung timbal
(-) : tidak mengandung timbal

Apabila kita terpapar timbal dapat menyebabkan gangguan pada organ tubuh, yaitu:
1. Gangguan neurologi
Gangguan neurologi (susunan saraf) dapat berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak dapat menimbulkan kejang tubuh dan neurophaty perifer.
2. Gangguan terhadap fungsi ginjal
Logam berat timbal dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis kronis.
3. Gangguan terhadap sistem reproduksi
Logam berat timbal dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak-anak sangat peka terhadap paparan Pb di udara. Paparan Pb dengan kadar rendah yang berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ (Intelligence Quotient).
4. Gangguan terhadap sistem hemopoitik
Keracunan Pb dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Efek dominan dari keracunan Pb pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi ALA (Amino Levulinic Acid) dan CP (Coproporphyrine). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan gejala dini dari keracunan Pb pada manusia.
5. Gangguan terhadap sistem saraf
Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat menyebabkan lead encephalopathy. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan (Sudarmaji, dkk., 2006).

Analisis Akumulasi Logam Pb (timbal)

ANALISIS AKUMULASI LOGAM TIMBAL (Pb) PADA TOMAT DI PASAR ULEE KARENG, SETUI DAN
PEUNAYONG BANDA ACEH

oleh : Siswanto
Fakultas FMIPA Unsyiah Jurusan Kimia
2008


ABSTRAK


Telah dilakukan analisa akumulasi logam timbal (Pb) dalam tomat di Pasar Ulee Karang, Setui dan Peunayong Banda Aceh dengan menggunakan teknik spektroskopi serapan atom (SSA) dan metode destruksi basah. Analisa sampel tomat dilakukan pada Bulan Agustus dan September 2008 dengan sampel yang berasal dari Desa Cucum Aceh Besar dan Perkebunan Takengon Aceh Tengah. Sampel diletakkan di Pasar Ulee Kareng, Setui dan Peunayong selama tiga hari untuk sampel perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar timbal tertinggi pada Bulan Agustus 2008 terdapat dalam sampel tomat tanpa perlakuan. Sementara itu, pada Bulan September 2008 kadar timbal tertinggi terdapat dalam sampel tomat di Pasar Setui. Kadar rata-rata timbal dalam sampel tomat tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan yaitu sebesar 2 ppm.


Kata Kunci: Timbal, Tomat, Spektroskopi Serapan Atom, Destruksi basah.

voltametri

Voltametri merupakan elektrolisis dalam ukuran mikroskala dengan menggunakan mikro elektroda kerja, disebut juga teknik arus voltase. Potensial dari mikro elektroda kerja divariasikan dan arus yang dihasilkan dicetak sebagai fungsi dari poetnsial. Hasil cetakan ini disebut voltamograf (Christian, 1994).
Voltametri mempelajari hubungan voltase arus-waktu selama elektrolisis dilakukan dalam suatu sel, di mana suatu elektroda mempunyai luas permukaan yang relative besar, dan elektroda yang lain (elektroda kerja) mempunyai luas permukaan yang sangat kecil dan seringkali dirujuk sebagai mikroelektroda: lazimnya teknik ini mencakup pengkajian pengaruh perubahan voltase pada arus yang mengalir di dalam sel. Mikroelektroda ini biasanya dibuat dari bahan tak reaktif yang menghantar listrik seperti emas, platinum atau karbon, dan dalam beberapa keadaan dapat digunakan suatu elektroda merkurium tetes (D.M.E); untuk kasus istimewa ini teknik itu dirujuk sebagai polarografi (Bassett, J.,1994).
Voltametri merupakan metoda elektrokimia yang mengamati perubahan arus dan potensial. Potensial divariasikan secara sistematis sehingga zat kimia tersebut, mengalami oksidasi dan reduksi dipermukaan elektroda. Dalam voltametri, salah satu elektroda pada sel elektrolitnya terpolarisasi. Penelahan pada sistem tersebut diikuti dengan kurva arus tegangan. Metode ini umum digunakan untuk menentukan komposisi dan analisis kuantitatif larutan.
Dalam sistem voltametri ada yang disebut dengan siklik voltametri. Voltametri ini merupakan tehnik voltametri dimana arus diukur selama penyapuan potensial dari potensial awal ke potensial akhir dan kembali lagi potensial awal atau disebut juga penyapuan (scanning) dapat dibalik kembali setelah reduksi berlangsung. Dengan demikian arus katodik maupun anodik dapat terukur. Arus katodik adalah arus yang digunakan pada saat penyapuan dari arus yang paling besar menuju arus yang paling kecil dan arus anodik adalah sebaliknya (Khopkar, 1985).
Sel voltametri, terdiri dari 3 elektroda yaitu elektroda pembanding, elektroda kerja, dan elektroda pembantu. Elektroda kerja pada voltametri tidak bereaksi, akan tetapi merespon elektroda aktif apa saja yang ada dalam sampel. Pemilihan elektroda bergantung pada besarnya range potensial yang diinginkan untuk menguji sampel (Ewing, 1975).
Voltametri sama halnya dengan potensiometer, yaitu mempunyai elektroda kerja dan elektroda pembanding, bedanya pada voltametri ditambah dengan sebuah elektroda yaitu elektroda pembantu (auxillary electrode) sehingga voltameter mempunyai 3 buah elektroda pada amperometer elektroda pembanding yang mempunyai potensial yang sudah tetap sehingga kelebihan arus ditangkap oleh elektroda pembantu.
Salah satu elektrodanya adalah elektroda merkuri/dropping mercury elektroda (DME) yang bertindak sebagai elektroda kerja. Elektroda pasangannya adalah elektroda kalomel jenuh (SCE) yang bertindak sebagai elektroda pembanding. SCE ini dapat juga digantikan oleh reservoir merkuri (Pungor,1995).


TEKNIK VOLTAMETRI

a. Polarografi
Polarografi adalah suatu bentuk elektrolisis dalam mana elektroda kerja berupa suatu elektroda yang istimewa, sutau elektroda merkuri tetes, dan dalam mana direkam suatu kurva arus voltase (voltammogram). Seperti yang digunakan oleh kebanyakan pengarang, istilah polarografi adalah suatu kasus istimewa daripada voltametri dalam mana mikroelektrodanya adalah merkurium tetes. Karena sifat –sifat istimewa elektroda ini, polarografi jauh lebih meluas penggunaanya dibandingkan voltametri yang menggunakan mikroelektroda lain (Underwood, 1996).
Polarogarfi digunakan secara luas untuk analisis ion –ion logam dan anion –anion anorganik, seperti IO dan NO . Gugus fungsi senyawa organik yang mudah teroksidasi atau tereduksi juga dipelajari dalam polarogarfi. Gugus fungsi yang digunakan meliputi karbonil, asam karboksilat, dan senyawa karbon yang memiliki ikatan rangkap (David, 2000).
b. Hydrodynamic Voltametri
Arus pada hydrodynamic voltametri diukur sebagai fungsi dari aplikasi potensial pada elektroda kerja. Profil potensial yang sama digunakan untuk polarografi, seperti sebuah pengamatan linear atau pulsa diferensial, digunakan dalam hydrodynamic voltametri. Hasil voltamogram yang identik untuk polarografi, kecuali untuk kekurangan arus menghasilkan osilasi dari penambahan tetes merkuri. Karena hydrodynamic voltametri tidak dibatasi untuk elektroda Hg, hydrodynamic voltametri bermanfaat untuk analisis reduksi atau oksidasi pada potensial yang lebih positif.
c. Stripping Voltametri
Salah satu dari teknik voltametri kuantitatif yang lebih penting adalah stripping voltametri, yang mana terdiri atas tiga teknik yang terkait : anoda, katoda, dan adsorpsi stripping voltametri. Sejak anodic stripping voltametri ditemukan aplikasi paling luas, kita mempertimbangkannya secara detail. Anodic stripping voltametri terdiri dari dua tahap (Gambar 2.4). Pertama pengontrolan potensial elektrolisis yang mana elektroda kerja, biasanya tetes merkuri atau lapis tipis merkuri, pada potensial katoda yang cukup untuk melapisi ion logam pada elektroda.
Tahap kedua, potensial anoda di scan kearah potensial yang lebih positif. Ketika potensial pada elektroda kerja cukup positif analit dilepaskan dari elektroda, larutan dikembalikan dalam bentuk oksidasi.
Cu(Hg) Cu (aq) + 2e
Arus selama tahap stripping dimonitor sebagai fungsi dari potensial, memberikan bentuk kenaikan pada puncak voltammogram yang sama ditunjukkan pada Gambar 2.4. Puncak arus yang proporsional pada konsentrasi analit dalam larutan. Anodic stripping voltametri sangat sensitif pada percobaan, yang mana harus dikontrol dengan hati–hati jika hasilnya ingin akurat dan tepat.

Gambar 2.4. Signal potensial eksitasi dan voltammogram untuk stripping voltametri pada
elektroda tetes merkuri.




d. Amperometri
Teknik voltametri terakhir yang dipertimbangkan adalah amperometri, yang mana potensial konstan diaplikasikan pada elektroda kerja, dan arus diukur sebagai fungsi waktu Karena potensial tidak discan, amperometri tidak mendorong kearah voltammogram.


Gambar 2.5. Sensor amperometri Clark untuk penentuan O2 yang terlarut.


Aplikasi yang penting dari amperometri adalah dalam kontruksi sensor kimia. Sensor amperometri yang pertama dikembangkan untuk melarutkan O dalam darah, yang mana dikembangkan pada 1956 oleh L.C. Clark. Bentuk dari sensor amperometri ditunjukkan pada Gambar 2.5 dan sama dengan elektroda membran pada potensiometri. Contoh lain pada sensor amperometri adalah sensor glukosa (David, 2000).

Logam Berat

Salah satu zat pencemar lingkungan yang sekarang serius diperbincangkan adalah logam berat. Limbah logam berat merupakan limbah yang berbahaya. Logam–logam berat umumnya bersifat toksik (racun) dan kebanyakan di air dalam bentuk ion (Gani, 1997).
Disebut logam berat berbahaya karena umumnya memiliki rapat massa tinggi dan sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Yang termasuk golongan logam berat adalah seluruh elemen logam kimia. Merkuri atau raksa (Hg), kadmium (Cd), arsen (As), kromium (Cr), talium (Tl), dan timbal (Pb) adalah beberapa contoh logam berat berbahaya. Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan (Martaningtyas, 2004).
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977).
Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transpormasi melalui dinding sel. Logam berat juga
Mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan,1977).
Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, sedangkan bersifat tosik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe (PPLH-IPB,1997; Sutamihardja, dkk, 1982).
Logam berat memiliki beberapa sifat, diantaranya yang pertama sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan). Kedua, dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang menkonsumsi organisme tersebut. Ketiga, mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air ( Saeni,1997).
Kontaminasi timbal dan kadmium dalam makanan dapat terjadi melalui makanan dalam kaleng yang sambungannya masih dipatri dengan timbal, pewarna tekstil yang digunakan sebagai pewarna makanan serta makanan yang tercemari oleh udara dan air yang telah tercemar oleh gas dan debu knalpot kenderaan bermotor. Makanan yang tinggi kadar timbalnya antara lain makanan yang dikemas dalam kaleng, kerang-kerangan dan sayur-sayuran yang ditanam di dekat jalan raya (Winarno dan Rahayu,1994).
Akibat pencemaran timbal dan kadmium pada lingkungan dapat rnenyebabkan makanan yang kita konsumsi, air yang kita minum dan udara yang kita hirup kemungkinan telah terkontaminasi dengan timbal dan kadmium. Residu logam-logam berat di dalam tubuh bersifat kumulatif dan dapat mengganggu sistem darah dan urat syaraf serta kerja ginjal.
Batas maksimum cemaran logam dalam makanan telah diatur oleh pemerintah melalui Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Dalam Makanan. Logam-logam tersebut adalah: arsen, timbal, tembaga, seng, timah dan merkuri.
Produk-produk makanannya adalah: buah dan hasil olahannya, coklat, kopi, teh, daging dan hasil olahannya, gula dan madu, ikan dan hasil olahannya, makanan bayi dan anak, minyak dan lemak, minuman ringan, minuman keras, rempah-rempah dan bumbu, sayur dan hasil olahannya, susu dan hasil olahannya, tepung dan hasil olahannya serta makanan lain yang tidak tertera diatas (Dep.Kes. RI., 1994).
Beberapa cara analisis logam yang telah banyak dilakukan baik untuk keperluan diagnosis saja yaitu system kualitatif maupun keperluan penelitian yang lebih mendetail yaitu system kuantitatif. Sustem kualitatif dilakukan jika seseorang hanya ingin mengetahui jenis logam yang ada tetapi tidak dalam jumlahnya. Sedangkan system kuantitatif dilakukan untuk mengetahui secara detail berapa ppm logam tersebut. Biasanya system ini penting dilakukan untuk keperluan penelitian yang memerlukan sensitivitas yang tinggi.
Bahan contoh analisis ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bahan nabati, bahan hewani termasuk manusia dan bahan air serta sedimen. Bahan nabati ini meliputi tanaman, biji–bijian, pakan, pangan dan sebagainya. Sedangkan bahan hewani termasuk manusia meliputi daging, hati, ginjal, darah, tanduk hewan, rambut, gigi dan organ manusia lainnya (Darmono, 1995).
PENENTUAN Cr, Pb, Sn, Sb, Cu, Zn SECARA SIMULTAN DENGAN MENGGUNAKAN METODA STRIPING VOLTAMETRI “ SQUARE WAVE DENGAN ADANYA GANGGUAN TIMBAL BALIK , APLIKASI PADA SAMPEL TEPUNG ”

ABSTRAK


Telah diuraikan suatu prosedur analisis untuk penentuan secara simultan chromium (VI), timah(II), tin(II), antimoni(III), tembaga(II) dan seng(II) dengan metoda square wave anodic stripping voltametric (SWASV) pada sampel yang melibatkan makanan dan rantai makanan seperti biji gandum, tepung terigu dan tepung maizena. Pengabuan setiap sampel dilakukan dengan mengunakan campuran asam–asam HCl-HNO3-H2SO4 pekat. Larutan buffer ammonium sitrat berbasa dua dengan pH 6,5 digunakan sebagai elektrolit pendukung. Pengukuran secara voltametri dilakukan dengan menggunakan elektroda tetes air raksa (HMDE) sebagai elektroda kerja, elektroda platina sebagai elektroda pembantu dan elektroda Ag|AgCl|KCl sebagai elektroda pembanding. Prosedur analisis diuji dengan menganalisis bahan pembanding standar biji gandum BCR-CRM 189, tepung terigu NIST-SRM 1567a dan tepung beras NIST-SRM 1568a. Untuk semua unsur di dalam sampel yang tersertifikasi, presisi sebagai keberulangan yang dinyatakan sebagai standar deviasi relatif (sr) yaitu dari orde 3 – 5%. Akurasi, dinyatakan sebagai kesalahan relatif (e) biasanya dari orde 3-6%, sementara batas deteksi lebih rendah daripada 0,123 µg/g. Dengan keberadaan gangguan timbal balik, metoda standar addisi dianggap dapat meningkatkan resolusi dari teknik voltametri. Setelah dilakukan pada bahan pembanding standar , prosedur analisis dialihkan dan diaplikasikan pada tepung yang dijadikan sampel komersil untuk dijual di pasar.

jamur merang

JENIS-JENIS JAMUR KONSUMSI

Hanya beberapa jamur yang bias dikonsumsi dari ribuan jenis jamur yang tumbuh di bumi ini. Dari sedikit jumlah tersebut, ada lima jenis yang memiliki nilai ekonomi untuk dibudidayakan, yaitu jamur kuping, tiram,merang, champignon, dan shiitake. Tiga yang pertama, yaitu jamur kuping, tiram dan jamur merang dapat dibudidayakan di sebagian besar wilayah Indonesia yang bersuhu hangat. Sedangkan jamur champignon dan shiitake hanya dapat dibudidayakan di tempat- tempat tertentu, yaitu dataran tinggi yang bersuhu dingin.
Selain itu, secara ekonomi membudidayakan jamur champignon dan shiitake juga kurang menguntungkan karena pasar jamur dunia, termasuk Indonesia, sudah dibanjiri kedua jenis jamur ini dengan harga murah sehingga sulit bagi petani jamur Indonesia untuk ikut bersaing, bahkan di dalam negeri sekalipun. Oleh karena itu, hanya jamur kuping, tiram, dan jamur merang yang cocok dibudidayakan di Indonesia, baik dari segi lingkungan tumbuh maupun nilai ekonominya.

Jamur Merang
a. Taksonomi
Super Kingdom : Eukaryota
Kingdom : Myceteae (fungi)
Divisio : Amastigomucota
Sub Divisio : Basidiomycotae
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Agaricales
Familia : Plutaceae
Genus : Volvariella
Spesies : Volvariella volvacea

b. Morfologi
Jamur ini sudah terlanjur mendapat sebutan jamur merang walaupun tidak selalu tumbuh di media merang (tangkai padi). Sebenarnya jamur ini juga bias tumbuh di media atau sisa-sisa tanaman yang memiliki sumber selulosa, seperti limbah pabrik kertas, limbah biji kopi, ampas batang aren, limbah kelapa sawit, ampas sagu, sisa kapas, dan kulit buah pala.
Sesuai dengan nama ilmiahnya, Volvariella volvacea, jamur ini memiliki volva atau cawan berwarna cokelat muda yang awalnya merupakan selubung pembungkus tubuh buah saat masih stadia telur.
Dalam perkembangannya, tangkai dan tudung buah membesar sehingga selubung tersebut tercabik dan terangkat ke atas dan sisanya yang tertinggal di bawah akan menjadi cawan. Jika cawan ini telah terbuka akan terbentuk bilah yang saat metang memproduksi basidia dan basidiospora berwarna merah atau merah muda.
Selanjutnya basidiospora akan berkecambah dan membentuk hifa. Setelah itu, kumpulan hifa membentuk gumpalan kecil (pin head) atau primordial yang akan membesar membentuk tubuh buah stadia kancing kecil (small button), kemudian tumbuh menjadi stadia kancing (button), dan akhirnya berkembang menjadi stadia telur (egg). Dalam budi daya jamur merang, pada stadia telur inilah jamur dipanen.

c. Lingkungan tumbuh
Jamur merang tumbuh di lokasi yang mempunyai suhu 32-38 oC dan kelembapan 80-90% dengan oksigen yang cukup. Jamur ini tidak tahan terhadap cahaya matahri langsung, tetapi tetap membutuhkannya dalam bentuk pancaran tidak langsung. Derajat keasaman (pH) yang cocok untuk jamur merang adalah 6,8-7.

Jumat, 05 Juni 2009

logamm timbal (Pb)

timbal merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya..