Senin, 08 Juni 2009

Elektroda pada potensiometri

1. Elektroda pembanding
Elektroda pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah elektroda elektroda perak. Elektroda tersebut mengandung larutan KCl yang dijenuhkan dengan AgCl dan reaksi setengah selnya adalah:
AgCl + e- Ag+ + Cl- (2.2)
Biasanya elektroda ini berisi suatu larutan jenuh atau KCl 3,5 M yang harga potensialnya 0,199 V dan 0,205 V pada 250C. Elektroda ini dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi, sedangkan elektroda kalomel tidak (Hendayana, 1994).

2. Sensor/Elektroda Selektif Ion
Sensor merupakan elektroda yang digunakan untuk analisis secara kuantitatif yang menunjukkan selektifitas terhadap aktivitas ion yang diukur dan ditandai dengan perubahan potensial secara reversibel (Evans, 1987). Sensor mendapat perhatian luas dari para peneliti karena alat ini mudah perakitannya dan pemakaiannya sederhana (Bailey, 1976).
Sensor terdiri atas membran yang responsif secara selektif terhadap suatu spesies tertentu dan mengadakan kontak pada bagian luarnya dengan larutan yang akan ditentukan, sedangkan bagian dalam berisi larutan yang mempunyai aktivitas tertentu yang mengadakan kontak dengan elektroda pembanding (Rivai, 1995). Membran tersebut harus bersifat inert terhadap larutan uji, selektif terhadap ion-ion tertentu, memiliki kepekaan yang baik, memenuhi nilai sensitivitas teoritis dan dapat dicetak sesuai dengan ukuran yang diinginkan (Pungor and Klara, 1970).
Setiap membran akan memberikan mekanisme yang berbeda dalam membangkitkan potensial sesuai dengan jenis dan sifat membran. Secara umum, membran sensor dapat dikelompokkan menjadi membran berpori, membran permselektif dan membran spesifik ion (Laksminarayanaiah, 1976).
Membran berpori adalah membran yang memisahkan dua larutan elektrolit dari kedua fasa sehingga memungkinkan terjadinya difusi ion. Pemindahan ion tersebut didasarkan pada perbedaan konsentrasi partikel yang berpindah dari larutan yang lebih pekat ke larutan yang lebih encer. Agar dapat melewati membran maka ukuran ion harus lebih kecil atau sama dengan pori-pori membran sedangkan ion dengan ukuran yang lebih besar tidak dapat melewati membran. Potensial yang terjadi pada membran berpori disebabkan perbedaan difusi dari ion pada lapisan permukaan membran (Pungor and Klara, 1970).
Membran permselektif adalah membran yang memiliki matriks dengan gugus ionik tetap, sehingga sifat dari muatan juga tetap. Keadaan ini memungkinkan transport ion yang berlawanan dengan muatan membran pada rentang konsentrasi tertentu. Namun, membran ini tidak dapat membedakan ion yang ditranspor secara individu, karena membran jenis ini dapat mengadakan pertukaran dengan beberapa ion yang memiliki muatan yang berlawanan dengan membran. Sedangkan membran spesifik ion adalah membran yang memiliki sifat yang sama dengan membran permselektif namun yang ditransport adalah ion-ion tertentu, sehingga dapat mengadakan pertukaran secara spesifik sedangkan ion lain tidak.
Pembuatan sensor ClO4- pernah diteliti menggunakan zat aktif 1,4,7,10,13-penta(n-oktil)-1,4,7,10,13-pentaazasiklopentadekana menggunakan pemlastis NPOE, DBP, DOS dan DBS berdasarkan membran PVC. Sensor ClO4- dengan pemlastis DBS mempunyai nilai sensitivitas yang terbaik yaitu 57 mV/dekade, trayek pengukuran 10-4-10-1 M, waktu respon 5 detik dan waktu hidup 25 hari (Maria dkk., 2006).
Kobaloksim ([klorobis(dimetilglioksimeato)trifenilfosfin) kobalt (III) berdasarkan membran PVC dapat digunakan untuk sensor ClO4-. Sensor ClO4- ini mempunyai sensitivitas 56,8 mV/dekade, trayek pengukuran 10-6-10-1 M, range pH 4-10 dan waktu respon 15 detik. Sensor ClO4- ini dapat digunakan untuk menentukan ion perklorat di dalam air dan urin manusia (Zanjanchi dkk., 2005).
Sensor ClO¬4- disiapkan menggunakan zat aktif oktilamonium klorida, pemlastis NPOE dan DBP berdasarkan matrik PVC. Sensor tersebut mempunyai sensitivitas 57,3 mV/dekade dengan waktu respon 13-15 detik dan waktu hidup 10 bulan (Olmos dkk., 1999).

Potensiometri

Dalam metode potensiometri, informasi mengenai komposisi yang terdapat dalam sampel diperoleh melalui perbedaan potensial antara dua elektroda. Metode ini telah dikenal sejak abad 20 dan penggunaannya menjadi sangat luas sejak 25 tahun belakangan ini dan telah digunakan untuk sejumlah aplikasi analitik yang dikembangkan dengan menggunakan elektroda selelektif ion (ESI) yang sifat elektroniknya lebih sensitif dan stabil (Wang, 2002).
Metode potensiometri sering digunakan dalam analisis biasa, diantaranya di bidang pertanian seperti analisis nitrat dalam sampel tanah, di bidang industri seperti analisis klorida dalam pulp dan kertas, di bidang kontrol bahan makanan seperti analisis NO3-, F-, Br-, Ca2+ dalam minuman, susu, daging atau jus buah, dan di bidang biomedis (Sawyer, 1994). Pada potensiometri, pengukuran potensial sel dihitung berdasarkan beda potensial antara dua elektroda yaitu elektroda kerja (indikator) dan elektroda pembanding. Dengan demikian, potensial sel dapat dinyatakan dengan persamaan berikut (Strobel dan Heineman, 1989):
Esel = Ek – Ea = Eind - Eref ………………………………………………………..(2.1)
Keterangan:
Esel = Potensial sel dari elektrokimia
Eind = Potensial elektroda indikator/kerja
Eref = Potensial elektroda pembanding
Ek = Potensial elektroda katoda
Ea = Potensial elektroda anoda




Peralatan yang digunakan pada metode potensiometri ini cukup sederhana, yaitu elektroda pembanding, elektroda kerja dan alat pengukur potensial (mV/pH). Masing-masing elektroda merupakan reaksi setengah sel. Elektroda pembanding merupakan sel elektrokimia yang memiliki potensial konstan dan tidak bergantung pada konsentrasi analit atau ion lain dalam sampel (Skoog dkk., 2004). Elektroda kerja digunakan untuk merespon spesi ion tertentu dalam larutan dimana aktifitasnya diukur selama pengukuran (Sawyer and Helneman, 1994).
SENSOR PERKLORAT BERBASIS MEMBRAN PVC DENGAN ZAT AKTIF ALIQUAT 336 PERKLORAT

Oleh : Risna
Fakultas FMIPA Jurusan KIMIA
2008

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi sensor perklorat (ClO4-) berbasis membran polivinil klorida (PVC) dengan zat aktif metiloktilamonium perklorat (aliquat 336 perklorat) dengan menggunakan pemlastis nitrofenil oktil eter (NPOE) dan anion lipofilik kalium tetrakis(4-klorofenil)borat (KTPCIPB). Komposisi membran dengan aliquat 336 perklorat:NPOE:PVC:KTPCIPB=2,8:40,2:56:1 (%b/b) memiliki sensitivitas (faktor Nersnt) terbaik yaitu 59,1 mV/dekade dan trayek pengukuran 10-5-10-1 M, limit deteksi 1,76 mg/L, potensial konstan selama 19-60 detik, stabil pada pH 4-7 dan waktu hidup selama 32 hari. Koefisien selektifitas sensor ClO4 menggunakan metode larutan terpisah dan tercampur hasilnya tidak berbeda secara signifikan. Adapun urutan kekuatan ion pengganggu adalah CN->I->Br->NO3->SO42->F->CH3COO-.

Kata kunci: Elektroda selektif ion ClO4-, Perklorat, Potensiometri, NPOE, KTPCIPB.

Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Metode spektroskopi serapan atom (SSA) pertama kali diperkenalkan oleh Wals pada tahun 1953. Alat ini kemudian dikembangkan di Exhibition Melbourne of Physical Institute dan dipublikasi pada tahun 1954. Wals menyatakan bahwa unsur logam lebih mudah dan akurat ditentukan kadarnya dengan proses atomik dibandingkan dengan proses emisi. Metode ini dapat menentukan 67 unsur logam (Eko, 1982).
Spektroskopi serapan atom (SSA) dan Flame Emision Spectrophotometer (FES) adalah dua instrumen yang sangat potensial untuk menganalisa mineral. Meskipun kegunaannya sama, masing-masing instrumen bekerja dengan prinsip yang berbeda dan dengan kepekaan yang berbeda pula. Di dalam penetapan mineral suatu bahan pangan dengan instrumen ini, terlebih dahulu bahan pangan harus diabukan kemudian mineralnya diekstrak dengan asam. Larutan sampel yang mengandung mineral kemudian dapat dianalisa langsung dengan SSA maupun FES (Apriyantono, dkk, 1989).
Dalam analisis logam dengan menggunakan sistem flame, sampel diatomisasi pada alat atomizer melalui nyala api dengan bahan bakar asetilen murni. Biasanya logam yang dianalisis dengan flame AAS adalah Ca, Cd, Cu, dan Cr. Sedangkan untuk analisis Hg dilakukan tanpa nyala, tetapi larutan sampel harus direduksi lebih dahulu dengan SnCl . Uap hasil reduksi ditampung dalam tabung bercendela yang diletakkan di atas atomizer (Darmono, 1995).
Metode spektroskopi serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada unsurnya (Khopkar, 1990).
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisa kuantitatif unsur logam dalam jumlah renik (trace). Alat ini didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam keadaan gas dan sinar yang diserap adalah sinar tampak atau sinar ultraviolet. Spektrum serapan suatu unsur dalam keadaan atom, terdiri dari garis-garis sempit yang jelas batasnya, dan ditimbulkan oleh transisi antara tingkat energi elektron dari elektron yang ada di kulit terluar atom-atom tersebut. Untuk unsur logam, energi dari kebanyakan transisi-transisi tersebut sesuai dengan energi sinar ultraviolet dan sinar tampak. Cara ini memberikan total unsur logam dalam cuplikan dan tidak tergantung dari bentuk molekul logam tersebut dalam cuplikan. SSA sangat penting untuk analisis renik logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (kadar logam kurang dari 1 ppm) dapat ditetapkan. Pelaksanaan analisanya relatif sederhana dan analisa suatu logam tertentu dapat dilakukan dalam campuran dengan unsur-unsur logam lain tanpa diperlukan pemisahan (Ismono, 1981).



Gambar 2.3 Bagan dan sistem kerja alat atomic absorption spectrophotometer (AAS)
untuk menganalisis logam/mineral (kecuali P), 1) Lampu katoda; 2) Chopper; 3) Nyala; 4) Atomizer; 5) Lampu kondesor; 6) Celah/slit; 7) Lensa kolimating; 8) Kisi defraksi; 9) Sinar defraksi; 10) celah keluar sinar; 11) Foto tube; 12) Selang penghisap cairan; 13) Cairan sample/standar; 14) asetilen; 15) Udara; 16) Flow meter; 17) Amplifier; 18) Recorder digital; 19) Pembuang cairan.




Sumber cahaya pada spektoskopi serapan atom adalah lampu hallow katoda yang sesuai dengan unsur yang dianalisis. Pengamatan dapat berupa nebulizer atau burner. Dalam suatu larutan unsur yang dianalisis selalu berada dalam bentuk molekul, oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan atom dari senyawanya (Selinawati, 1992).

Destruksi Basah (Wet Ashing)

Penentuan kandungan mineral dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan metode pengabuan (destruksi) yaitu pengabuan kering (dry ashing), pengabuan basah dan homogenat asam. Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dan anorganik yang ada dalam bahan mineral yang akan dianalisis.
Metode pengabuan basah untuk penentuan unsur-unsur mineral di dalam bahan makanan merupakan metode yang paling baik. Prinsip pengabuan basah adalah penggunaan HNO3 pekat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah agar kehilangan mineral akibat penguapan dapat dihindari. Pada tahap selanjutnya proses berlangsung sangat cepat akibat pengaruh H2SO4 atau H2O2.
Pada umumnya metode ini digunakan untuk menganalisis As, Cu, Pb, Sn dan Zn. Keuntungan pengabuan basah adalah: suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur. Cara pengabuan basah yang dapat dilakukan ada 3 cara, yaitu:
1. Pengabuan menggunakan HNO3 (p) dan H2SO4 (p).
2. Pengabuan menggunakan HNO3 (p), H2SO4 (p) dan HClO4 (p).
3. Pengabuan menggunakan HNO3 (p), H2SO4 (p) dan H2O2 (p).
Apabila hendak menganalisis satu macam mineral saja dianjurkan untuk menggunakan sampel lebih sedikit daripada menganalisis lebih dari satu macam mineral (Muchtadi, 1989).

Timbal (Pb)

Timbal (timah hitam) dalam bahasa ilmiah dikenal dengan kata plumbum (Pb). Logam ini termasuk ke dalam golongan IV–A, dengan nomor atom 82, berat atom (BA) 207,2, logam berwarna kelabu kebiruan dan lunak, titik leleh 327oC dan titik didih 1.620oC. Pada suhu 550-600oC Pb dapat menguap dan membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida (Palar, 1994).
Timbal adalah salah satu logam yang menyebar luas di lingkungan, dan penyebaran ini umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia. Dua sumber terbesar timbal di lingkungan adalah pada pigmen cat dan gasolin-timbal, walaupun pada saat penggunaan timbal produk-produk ini sudah dikurangi (Adlim, dkk, 2001).
Emisi Pb ke dalam atmosfir dapat berbentuk gas partikulat dan berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Pb merupakan hasil samping dari pembakaran senyawa tetra etil lead yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor dan berfungsi sebagai anti ketuk (anti-knock) pada mesin kendaraan. Beberapa industri menggunakan Pb dalam bentuk senyawa seperti PbO dan Pb3O4 pada industri baterai, Pb3O4 pada industri cat, PbO pada industri karet, PbSO4 pada industri cat, PbAsO4 pada insektisida dan Pb naftenat sebagai pengering pada industri kain katun, cat, tinta, cat rambut, insektisida, amunisi dan kosmetik (Palar, 1994).
Timbal digunakan di dalam bensin karena logam tersebut dapat menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 gram timbal per liter bensin dapat menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu, harga timbal relatif murah untuk meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya. Penggunaan timbal juga dapat menekan kebutuhan senyawa aromatik, sehingga proses produksi relatif lebih murah dibandingkan memproduksi bensin tanpa timbal. Bensin premium yang digunakan di Indonesia saat ini berangka oktan 88 dengan kandungan timbal maksimum 0,45 gram per liter. Sedangkan premix berangka oktan 94, yang merupakan campuran premium dengan 15 % Methyl Tertiery Butil Ether (MTBE), kandungan timbalnya sama dengan premium (Santi, 2001).
Tabel 2.1 Jenis Bensin yang dijual Pertamina
No. Jenis Bahan Bakar Minyak Nilai Oktan keterangan
1. Premium 88 +
2. Premix 94 +
3. Super TT 98 -
4. Bahan Bakar 2 Langkah (BB2L) 80 -
Keterangan: (+) : mengandung timbal
(-) : tidak mengandung timbal

Apabila kita terpapar timbal dapat menyebabkan gangguan pada organ tubuh, yaitu:
1. Gangguan neurologi
Gangguan neurologi (susunan saraf) dapat berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak dapat menimbulkan kejang tubuh dan neurophaty perifer.
2. Gangguan terhadap fungsi ginjal
Logam berat timbal dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis kronis.
3. Gangguan terhadap sistem reproduksi
Logam berat timbal dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak-anak sangat peka terhadap paparan Pb di udara. Paparan Pb dengan kadar rendah yang berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ (Intelligence Quotient).
4. Gangguan terhadap sistem hemopoitik
Keracunan Pb dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Efek dominan dari keracunan Pb pada sistem hemopoitik adalah peningkatan ekskresi ALA (Amino Levulinic Acid) dan CP (Coproporphyrine). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan gejala dini dari keracunan Pb pada manusia.
5. Gangguan terhadap sistem saraf
Efek pencemaran Pb terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Paparan menahun dengan Pb dapat menyebabkan lead encephalopathy. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar konsentrasi dan menurunnya kecerdasan (Sudarmaji, dkk., 2006).

Analisis Akumulasi Logam Pb (timbal)

ANALISIS AKUMULASI LOGAM TIMBAL (Pb) PADA TOMAT DI PASAR ULEE KARENG, SETUI DAN
PEUNAYONG BANDA ACEH

oleh : Siswanto
Fakultas FMIPA Unsyiah Jurusan Kimia
2008


ABSTRAK


Telah dilakukan analisa akumulasi logam timbal (Pb) dalam tomat di Pasar Ulee Karang, Setui dan Peunayong Banda Aceh dengan menggunakan teknik spektroskopi serapan atom (SSA) dan metode destruksi basah. Analisa sampel tomat dilakukan pada Bulan Agustus dan September 2008 dengan sampel yang berasal dari Desa Cucum Aceh Besar dan Perkebunan Takengon Aceh Tengah. Sampel diletakkan di Pasar Ulee Kareng, Setui dan Peunayong selama tiga hari untuk sampel perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar timbal tertinggi pada Bulan Agustus 2008 terdapat dalam sampel tomat tanpa perlakuan. Sementara itu, pada Bulan September 2008 kadar timbal tertinggi terdapat dalam sampel tomat di Pasar Setui. Kadar rata-rata timbal dalam sampel tomat tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan yaitu sebesar 2 ppm.


Kata Kunci: Timbal, Tomat, Spektroskopi Serapan Atom, Destruksi basah.